Wednesday, February 2, 2011

Namanya Juan

1 komentar


Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad yang tak takluk pada gelombang,
menjelma burung yang jeritnya membukakan kelopak-kelopak bunga di hutan. di mulut
anak-anak, kata menjelma Kitab Suci.
(di tangan anak-anak, Sapardi Djoko Damono, 1982.)


sekarang tiap pagi saya punya alarm khusus. bukan lagi weker atau alarm HP. sekarang tiap pagi ada yang menarik-narik jempol kaki saya, berdiri dengan taburan bedak yang belepotan, dan bau khas minyak telon. sekarang tiap pagi ada suara yang meracau di sudut tempat tidur, merengek minta premen yuppi. rengekan itu milik Juan, my baby boy.

Juan, anak tetangga saya. bungsu dari 2 bersaudara. umurnya memang baru 2 tahun. sedang giat-giatnya belajar ngomong. yang menyedihkan, dia tak punya teman. ayahnya tipe weekend father yang bekerja di luar kota, ibunya bekerja di perusahaan swasta yang berangkat sebelum juan bangun dan pulang kala ia sudah lelap. si kakak sibuk dengan full day scholl nya. satu- satunya teman setianya hanyalah si mbok, pembantu rumah tangga yang sudah 1 tahun bekerja di rumahnya.

tapi itu dulu, sekarang Juan tak lagi kesepian. dia sekarang menjadi sahabat terbaik saya di rumah. berawal dari kunjungan ibu saya ke rumahnya, Juan tiba-tiba nempel di gendongan ibu, tak mau turun. jadilah ia diboyong ke rumah, sepanjang hari dengan saya. si mbok kadang sampai kehabisan cara untuk membujuknya pulang.

 

Riska Widya W Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos