Monday, October 31, 2011

Jeda


When I was just a little girl
I asked my mother, what will I be ?
Will I be pretty ?  will I be rich ?
Here's what she said to me ..

Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours to see
Que Sera, Sera
What will be, will be. 

 (Doris Day. Que sera sera. 1956)


Sebagaimana cara kerjaNya yang selalu ‘ajaib’, Tuhan menyediakan cara-cara sederhana untuk menyentuh sisi hati yang menggelap karena polusi keduniawian. saya pagi itu, kebagian jatah untuk disapa Tuhan, lewat video yang saya unggah di pembuka catatan ini. Video di atas adalah 1 dari 7 seri ‘Thailand insurance ad’ yang kesemuanya demikian sukses membuat saya tersedu-sedu sepanjang hari, bahkan otak saya tak mampu mencegah kelenjar air mata untuk tak over produksi. entah saya yang keterlaluan ‘cengeng’ atau iklan ini memang ‘superb’ dari segi ide, isi, dan inspirasinya.

Setiap akan berangkat dan sepulang kerja, saya selalu memutar video ini (dan 6 lainnya). Jika kita mau jujur, sebenarnya hati kita tak sepenuhnya dalam kondisi ‘sembuh dan sehat-sehat saja’. Masing-masing dari kita sebenarnya membutuhkan dokter pribadi, obat-obat khusus, dan perawatan hati yang berkala. ke -7 video itu, nyatanya menjelma menjadi dokter pribadi saya yang baru, yang seminggu ini menyediakan obat dan perawatan untuk hati saya yang tak sepenuhnya ‘sembuh dan sehat-sehat saja’.


Hati yang tak sepenuhnya ‘sembuh dan sehat-sehat saja’ itu lebih dari sekedar makna denotatif medis. saya tak bisa mendefinisikan gejalanya, karena bisa jadi berbeda untuk setiap orang. variasi ‘sakit’ nya pun bisa sangat beragam. kalau punya saya, semuanya serba tiba-tiba dan tak terencana. misalnya begini : 1. saat sarapan, tiba-tiba terantuk sebuah tanya yang cukup mengganggu selera ‘ bahagia itu seperti apa ya rasanya?’ 2. saat foto bersama di pelaminan seorang karib, tiba-tiba muncul jeda yang bergumam ‘apakah cinta selalu membahagiakan?’ 3. saat di dalam bus, dalam perjalanan mudik, saya menggerutu tanpa henti karena capaian hidup yang segitu-gitu saja.  

Gejala-gejala ini tak punya radar atau titik koordinat yang pasti, hanya kepekaan kita lah yang mampu mendeteksi. semuanya pun tergantung kita untuk meresponnya. kalau saya, cepat-cepat mencari obat penawar atau berlari sesegera mungkin ke UGD.  Dan minggu ini,  obat penawar itu saya temukan di video ‘que sera sera’ diatas.  Dalam harmonisasi nyanyian anak-anak ‘istimewa’ itu saya menemukan nyawa, menemukan kerelaan, menemukan amunisi baru untuk melanjutkan episode drama hidup yang lakon utamanya saya perankan sendiri.

Setiap dari kita sebenarnya juga selalu membutuhkan titik-titik terpuruk dalam hidup. bukan untuk disesali, tapi dijadikan tumpuan untuk memanjat tebing hidup yang lebih tinggi lagi. Mendaki toh harus dari bawah. menyalip juga harus dari belakang. Mundur beberapa langkah kadang diperlukan untuk membuat lompatan yang lebih tinggi.

Semua itu, gejala keterpurukan itu, yang tertampung dalam hati yang tak sepenuhnya ‘sembuh dan sehat sehat saja’, sesungguhnya tak dapat kita temukan tanpa adanya sebuah jeda. sebuah ruang hening. Menyisihkan 30 menit dari 24 jam rotasi waktu kita tentu bukanlah hal berat. 30 menit yang hening, saya biasanya melakukan itu setelah sholat malam. saya hanya duduk terpekur di sudut tempat tidur. mendengarkan tarikan dan hembusan nafas saya satu persatu.

Di jeda itu, saya menata ulang arah hidup yang berbelok karena satu dan lain hal. jeda itu saya butuhkan, untuk memastikan saya tak berlari dan terengah-engah tapi tanpa tujuan, saya tak mau seperti marmut yang berlari di ayunan putarnya, terbirit-birit berlari tapi sesungguhnya masih saja di tempat yang sama..


* Saya sertakan video lainnya . tidak semuanya ya. lain waktu pasti saya bahas semuanya. jangan lupa siapin tissue :)



Edisi My Daughter




0 komentar:

Post a Comment

 

Riska Widya W Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos