Friday, January 27, 2012

Bawean Menyala #1

4 komentar


“ Kehidupan tak lain adalah sebuah pengabdian. Pengabdian pada janjinya, pada keluarga, pada kerabat, pada kebenaran yang dipegangnya, pada kehidupan, dan pada Sang Pencipta ”

Pitoyo Amrih, Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata 


Bawean menyala adalah salah satu wishlists saya di tahun 2012. Saya menyadari sepenuhnya, untuk merealisasikan wish yang satu ini tentunya tak mudah. Ada banyak materi, tenaga dan konsentrasi yang harus sengaja diluangkan disana. Kinipun, waktu saya tak seluang seperti kala mahasiswa dulu. Ada kewajiban pekerjaan yang mau tak mau menjadi belenggu, mengikat kaki saya untuk tak beranjak terlalu jauh. Karenanya saya membutuhkan bantuan banyak pihak untuk turut membantu. Dengan mengandalkan sisa-sisa kejayaan, saya turut memprovokasi teman-teman kampus untuk bersinergi mewujudkan program ini. Bagi yang belum tahu tentang Bawean menyala bisa baca di catatan saya yang ini The Happiness Project

Seminggu yang lalu, koordinasi pertama di gelar. Rapat terbatas ini pada intinya menghasilkan 2 keputusan : pertama, penyaluran buku minimal dilakukan setahun 2X. kedua, penyaluran pertama akan dilakukan bulan maret ini. Tak hanya saya yang antusias, beberapa teman luar daerah bahkan luar negeri juga sudah mendeklarasikan diri siap membantu. Tapi saya pun harus berhati-hati. persiapan tak boleh sembarangan, tak bisa serampangan. Bawean, sekalipun masuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, yang jarak tempuhnya hanya 2 jam dari Surabaya, tetaplah daerah terpencil yang akses mencapainya tak begitu bagus, tak selalu mulus.

Thursday, January 19, 2012

Escape #1

4 komentar
All the best stories in the world are but one story in reality - the story of escape. It is the only thing which interests us all and at all times, how to escape.


Entah ada angin apa sore itu, tiba-tiba saja seorang rekan kerja KPU dikota seberang -kediri- menelepon dan mengutarakan niatnya untuk bertemu saya. Tanpa perencanaan yang serius, seperti yang sudah-sudah, Mb. Nur dan Bintang menebas jarak Kediri-Tulungagung, dengan tujuan singgah di kosan saya untuk pertama kali sejak kami dekat paska Prajab September lalu. Setelah tersasar tak tentu arah karena salah masuk gang, sampailah mereka di kos saya yang asri, lagi-lagi disambut derai hujan yang turun tipis-tipis.

Perjamuan dadakan itu makin riuh, karena rekan kerja saya yang lain, anam dan andi turut nimbrung jadi satu. Karena gazebo yang basah akibat tempias hujan yang menderas, jadilah mereka berempat saya ‘kandangkan’ di kamar saya, tak perlu khawatir, teman-teman lelaki saya ini tak berbahaya, mereka sudah hilang selera terhadap perempuan, saking lamanya ‘jomblo’ (hahaha). Tak ada suguhan istimewa atau jajanan aneka rupa, Salahkan mereka yang berkunjung mendadak. Mana cukup persiapan saya untuk bikin martabak dan kolak kacang hijau ? hehehe

Setelah cas cis cus, ngobrol ngalor – ngidul, bertanya kabar dan saling timpal satu sama lain, perbincangan itu berakhir di Warung Nasi Lodho Bu Hasan. Tidak serta merta berakhir sebenarnya, karena esoknya, kami -pasukan Tulungagung-, akan bertamu balik ke kediri. Dan siapa pula yang menduga jika kumpul-kumpul itu pada akhirnya menautkan dua hati yang sedang fakir asmara? hahaha

Hujan & Kenangan Jakarta

8 komentar
‘Hujan, rupanya tak sekedar menumpahkan air.
ia turut pula mengantarkan setangkup kenangan masa lalu di ingatan’
( Saya, 2012)

Bulan pertama di tahun ini, januari, sudah merangkak mendekati akhirnya. Suasana januari, sependek ingatan saya, terwakili oleh tiga (3) lagu, yakni nuansa putus cintanya Glen Fredly, Roman cinta Dili nya Rita Effendy serta yang paling manis, 11 januarinya Gigi. Tapi januari saya kali ini sama sekali tak terwakili oleh ketiga lagu tadi. Januari saya sederhana namun tetap menyimpan pesona. Januari saya tahun ini adalah januari yang basah.

Bagaimana tidak, kini setiap pulang kantor, saya selalu ‘kluncum’ bermandikan air hujan. Salah saya sebenarnya, tak menyegerakan membeli mantel yang harganya tak terlampau mahal itu. Entah mengapa, sensasi diguyur hujan jauh lebih menenteramkan daripada harus membebat tubuh dengan mantel gombrong yang berkibar-kibar jika diterjang angin itu. Akibatnya bisa ditebak, cucian saya menumpuk lebih dari biasanya, shampoo lebih cepat menipis, dan ini yang sebenarnya paling mengkhawatirkan, pilek dan demam sudah siap bertamu sejak beberapa hari yang lalu.

Hujan memang tak pernah datang sendiri. ia selalu hadir dengan dualisme sudut pandangnya. Kadang girang karena panas kontan menghilang, kadang gerutu karena cucian tak masuk lemari tepat waktu.  Beruntungnya saya, Ibu menanamkan memori dasar sejak kecil bahwa hujan adalah simbolisasi rejeki. Jadi seburuk apapun hujan mengguyur saya, membuat saya sakit atau membuat saya meradang sendu, ia tetaplah hujan yang seperti ditanamkan Ibu –hujan yang membawa rejeki-. Dan belumlah januari yang basah ini berakhir, saya sudah dilimpahi begitu banyak rejeki, yang pendefinisiannya tentu saja tak melulu soal ‘rupiah’

Tuesday, January 10, 2012

Barangkali Cinta

8 komentar

“ Love isn’t something you find. Love is something that finds you”


Sepanjang hidup, kita seolah dipaksa tunduk oleh siklus. Siklus dihadirkan sedemikian rupa, seolah menjadi urutan mutlak yang tak bisa ditawar. Tak patuh pada siklus seringkali dianggap saru, di cap keliru. Dan akhir-akhir ini, saya digoda untuk segera sampai pada siklus ‘menikah’.  Siklus yang menurut kacamata ‘jamak’ lazim dilakukan oleh gadis 24 tahun yang telah tunai kuliah S1 dan (hampir) setahun bekerja. 

Jika saja pertanyaan ‘kapan menikah?’ itu saya kumpulkan, kemudian dikonversikan menjadi batu bata, bisa jadi saya sekarang telah mempunyai rumah sendiri. Jika saja konklusi dangkal ‘kamu terlalu pilih-pilih!’ itu saya himpun, lantas bisa di rupiahkan, bisa jadi jumlahnya jauh melebihi tabungan yang saya punya. Dan sekali lagi, jika saja tatap selidik ‘mau cari yang bagaimana?’ itu saya tampung laksana air dalam secawan mangkok, maka ia sudah tumpah ruah, meloncati wadahnya.

Pertanyaan dan pernyataan keramat itu hampir pasti dihadirkan dalam setiap kesempatan. Utamanya, di kantor saya. Saya sering tersuruk-suruk memintal jawaban. Untuk rekan-rekan kerja yang mayoritas lelaki, dengan rentang usia tak beda jauh dengan ayah saya, menikah –atau cinta lebih spesifiknya-, dikonsepkan dengan sangat sederhana. Sedangkan bagi saya, cinta dan atributnya luar biasa kompleks. Jadi, acapkali jawaban yang saya suguhkan atas desakan itu hanyalah senyuman, disertai dengan letupan ‘amien’ berkali-kali

Tuesday, January 3, 2012

The Happiness Project

4 komentar
.. If you want to be happy, be ..
Leo Tolstoy Russian moral Thinker, Novelist and Philosopher)


Saya menulis ini dengan mata separuh terpejam. Tahun 2011 baru saja bergeser, dan perayaannya saya lewati dengan sangat sederhana. Menjadi berbeda karena saya melewati pergantian tahun di kota baru dengan teman-teman baru. Sementara yang lain masih sibuk ‘beberes’ semua peralatan sisa perayaan tadi, saya buru-buru masuk kamar (hihihi), berniat sedikit menuangkan resolusi untuk tahun baru ini.  Bukan resolusi yang ‘benar-benar baru’ sebenarnya, melainkan resolusi lama yang diperbarui semangatnya. Meminjam judul buku best sellernya Gretchen Rubin, saya juga memberi judul yang sama untuk catatan ini, The Happiness Project.

Sejak sore tadi, sebelum berniat menulis ini, saya teringat film Pursuit of Happines, ada satu bagian dimana Chris Gardner (Will Smith) bergumam pada dirinya sendiri, saat kemalangan hidup menghantamnya berkali-kali :

“It was right then that I started thinking about Thomas Jefferson on the Declaration of Independence and the part about our right to life, liberty, and the pursuit of happiness.
  And I remember thinking how did he know to put the ‘pursuit’ part in there?
  That maybe happiness is something that we can only pursue and maybe we can actually never have it. No matter what. How did he know?”

Kebahagiaan sudah barang tentu menjadi cita-cita akhir setiap orang dalam hidupnya. Banyak cara dan upaya di lakukan-bahkan dipaksakan- untuk sekedar mengejar entitas berlabel ‘bahagia’. Usia saya boleh jadi belum genap seperempat abad, tapi soal ‘mengejar bahagia’, rasanya saya tahu pasti rute mana yang harus saya tempuh.

Bukankah  sudah menjadi awal yang ‘membahagiakan’, ketika kita menyadari apa yang paling kita inginkan dalam menapaki hidup? Dan andai saja Thomas Jefferson benar, maka kita harus melakukan pengejaran terus menerus, demi mencipta bahagia- yang tak pernah benar-benar kita miliki-, karena memang sesungguhnya, tak ada elemen tunggal di semesta ini. Siang dilengkapi malam, perempuan diseimbangkan lelaki, begitu pula bahagia yang diselingi duka.
 

Riska Widya W Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos