Tuesday, January 10, 2012

Barangkali Cinta


“ Love isn’t something you find. Love is something that finds you”


Sepanjang hidup, kita seolah dipaksa tunduk oleh siklus. Siklus dihadirkan sedemikian rupa, seolah menjadi urutan mutlak yang tak bisa ditawar. Tak patuh pada siklus seringkali dianggap saru, di cap keliru. Dan akhir-akhir ini, saya digoda untuk segera sampai pada siklus ‘menikah’.  Siklus yang menurut kacamata ‘jamak’ lazim dilakukan oleh gadis 24 tahun yang telah tunai kuliah S1 dan (hampir) setahun bekerja. 

Jika saja pertanyaan ‘kapan menikah?’ itu saya kumpulkan, kemudian dikonversikan menjadi batu bata, bisa jadi saya sekarang telah mempunyai rumah sendiri. Jika saja konklusi dangkal ‘kamu terlalu pilih-pilih!’ itu saya himpun, lantas bisa di rupiahkan, bisa jadi jumlahnya jauh melebihi tabungan yang saya punya. Dan sekali lagi, jika saja tatap selidik ‘mau cari yang bagaimana?’ itu saya tampung laksana air dalam secawan mangkok, maka ia sudah tumpah ruah, meloncati wadahnya.

Pertanyaan dan pernyataan keramat itu hampir pasti dihadirkan dalam setiap kesempatan. Utamanya, di kantor saya. Saya sering tersuruk-suruk memintal jawaban. Untuk rekan-rekan kerja yang mayoritas lelaki, dengan rentang usia tak beda jauh dengan ayah saya, menikah –atau cinta lebih spesifiknya-, dikonsepkan dengan sangat sederhana. Sedangkan bagi saya, cinta dan atributnya luar biasa kompleks. Jadi, acapkali jawaban yang saya suguhkan atas desakan itu hanyalah senyuman, disertai dengan letupan ‘amien’ berkali-kali


Tetapi sungguh, Tuhan maha penyayang. Ia tak sampai hati membiarkan saya kewalahan sendirian. Seperti halnya saya, dua rekan kerja saya yang lain (AndiAnam ), turut pula menenteng stempel ‘married: coming soon' di jidat masing-masing (hahahaha). Dan bagi rekan-rekan di kantor,  mak comblang rupanya menjadi pekerjaan sampingan yang menggiurkan. Setelah saya yang dicecar habis-habisan soal ‘perjodohan polisi’ , setelah Andi yang terpekur karena ‘perjodohan dengan anak pegawai’, maka tibalah fase itu menimpa Anam.

Dan di sore gerimis itu, tiada yang lebih menggelitik selain menyaksikan anam disapa takdir hariannya, untuk dikenalkan dengan salah seorang saudara kasubag saya. Anam, yang bisa sangat berbusa-busa jika bicara soal politik dan hukum, tiba-tiba seperti anak kucing yang kelimpungan mencari induknya. Ia, yang bakat berkelitnya bisa mengalahkan belut manapun, tiba-tiba seperti kerupuk yang disiram air. Ayem. Melempem.

Dan saya, demi melihat pertunjukan seru itu, tak hentinya memprovokasi. Saya bahkan tak memerdulikan Anam yang menoyor-noyor kepala saya dan sandal jepit yang dilayangkan ke udara, entah karena ia bingung berekspresi atau luar biasa menahan kesal. 

Inilah bukti-bukti otentik itu. Yang dengan ‘pintar’ berhasil saya abadikan (hihihi).

Detik-detik pertama Sang Kasubag promosi. 
Foto di tangan, biodata singkat di genggaman, sejumlah kelebihan dipaparkan.
Lihatlah, Anam sudah sangat kegeeran!


 Detik-detik pertengahan. 
“Jadi siapnya kapan? Tak usah risaukan pendapatan.
Sudah ada hunian, beberapa kendaraan dan sejumlah warisan”.
Lihatlah, Anam mulai kelimpungan !


Detik-detik eksekusi. 
“ Bisa ya akhir pekan ketemuan? Dicoba dulu, masalah hati siapa yang tahu?”
lihatlah, yang ini sungguh membuat saya terpingkal,  Anam merunduk-runduk kebingungan ! haha


Cantik ya?
Semoga ia tidak ‘gegar otak’ jika tahu pamannya menjodohkan
dengan mahluk absurd sejenis Anam.


Kelanjutan kisah sore itu, tidak semenarik seperti yang saya dan rekan kantor harapkan. Anam, yang  mendamba anak kyai lulusan pondok pesantren, memilih kukuh pada pilihannya. Sekalipun untuk itu, ia harus membohongi usianya yang terus merangkak naik, mendekati 27. Saya jadi berpikir, urusan cinta memang berlaku tidak konstan bagi setiap orang. Setengah mati kita mengejar cinta, tapi begitu kesempatan itu hadir dengan mudahnya, kita berpaling mantap untuk tetap sendiri. Adakalanya pula, cinta datang sendiri mengetuk pintu hati, tapi alih-alih berniat membukanya, kita memilih berpura-pura tak mendengar ketukan itu ada.

Kisah serupa tapi tak sama juga hadir ketika saya diklat prajabatan beberapa bulan lalu. Teman sekelas saya, Daru, yang usianya sebaya dengan anam, ditaksir mati-matian oleh gadis yang ‘pesonanya’ jadi perbincangan hangat diantara peserta lelaki di diklat itu. Singkatnya, tidak ada hal-hal ‘rasional’ yang membelenggu teman saya ini untuk tidak menyambut tawaran cinta si gadis. Tetapi  siapa yang bisa menebak arah cinta berlari? Teman saya tak bergeming (saat itu), ia menggelang kuat (saat itu), gelengan yang sama turut pula hadir, ketika saya dengan canggung bertanya ‘kenapa tidak mau?’

Barangkali itu pertanyaan bodoh. Pertanyaan sama yang sering dialamatkan orang lain kepada saya, yang saya pun sering tak tahu cara menjelaskan jawabannya. Barangkali cinta itu semacam antena berfrekuensi yang menempel di kepala kita. Sedekat apapun, ia tak akan tersambung jika gelombangnya tak sama. Barangkali cinta, yang mempunyai gelombangnya sendiri-sendiri, tak perlu ‘grusah-grusuh’ dicari. Ia, seiring pengembaraan kita atas hidup, akan hadir menyelinap dengan sederhana dan tak terduga.

Dan mungkin, yang harus saya lakukan, hanyalah melanjutkan pengembaraan ini. Bertolak dari satu titik ke titik lain, melanjutkan episode dari satu waktu ke waktu lain. Dan jika saja di tengah pengembaraan itu ‘alarm bip-bip’ berbunyi, maka siagalah. Bisa jadi cinta datang mendekat. Karena sungguh, seperti yang selalu saya yakini, cinta tak akan datang terlambat, juga tak akan terlalu cepat. Ia hadir indah tepat pada waktunya ..


- R -









8 komentar:

Dee_Arif on January 10, 2012 at 12:11 PM said...

bagus s..
ayang..
bingung mau comment apa..
Cinta itu datangnya tidak bisa ditebak, tidak bisa dikalkulasikan..
Cinta itu masalah hati..
Btw, cintamu bagaimana?
semoga bisa cepat menemukan yang cocok di hati
karena cinta itu dari hati..
kisskisss

Fardelyn Hacky on January 10, 2012 at 12:33 PM said...

Maksih udah berkunjung ya sist!
Salam kenal kembali ya :)

yurita on January 10, 2012 at 2:34 PM said...

hm..blogwalking...
klo ak sering bilang, "saya kan lajang,muda dan kayaraya..hahahaha"
ah..umur soal angka sist, ndak ada hubunganny ama pernikahan, iya kan?? :D

siwi mars on January 10, 2012 at 8:42 PM said...

Glek-glek...ahihihi membaca posting ini di kompi lab..menikmati alur cerita dan meringis menahan ketawa agar tidak dicurigai temen2 lab dikirain sy membacai apa..ehehe..
*okai...cinta mungkin tak pernah datang terlambat..tapi bila "terlambat" bertemu lalu cinta? Bukan cintanya yang terlambat tapi menemukannya yang terlambat...pie nduk??ekekek..lupakan pertanyaanku hihi..
Someday, U'll find the "right" one for you :)

NH. Irani on January 10, 2012 at 10:36 PM said...

bu ris....ayolah katakan saja cintamu...barangkali nyetrum...kalo ga bisa ngomong, barangkali butuh bantuan mak comblang???? wehehehehe....
btw: aq nunggu anam dan kamu lempar lemparan sendal, sepatu!!! kalo kurang seru tak pinjamin sepatuku skalian ya! hahahaha

R. Widyaniarti on January 11, 2012 at 8:53 AM said...

* Dian : hehehe. cintaku nyantol di kincir angin belanda. makasih bu guru udah sempet2in baca. padahal saya tahu, pasti sibuk bgt :)

* Fardelyn : Oke mbak. tahun ini 'sogkran' di thailand udah dihelat blm mbak ? :)

R. Widyaniarti on January 11, 2012 at 9:02 AM said...

* Yurita : kalo saya lajang, muda, belom kaya raya ! hahaha. Apa kabar yurita ? sudah nyasar jauh ke bontang rupanya :)

* Mb. Siwi : wkwkw. dasar bu dosen satu ini. di lab kok baca yg 'ecek2' begini. lebih pas dibaca kalo di kamar, salju glasgow turun, secangkir kopi di tangan. *sluuurrp* :P

R. Widyaniarti on January 11, 2012 at 9:07 AM said...

* Mbokdhe naeli : sejenis politisi karbitan ya. incredible theory, zero action. #eeeaaa

Post a Comment

 

Riska Widya W Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos